etnomusikologi 2011

etnomusikologi 2011
makrab '11

Rabu, 17 September 2014

Suara Politik Lingkungan Berisik

Suara  Politik, Lingkungan Berisik

Euphoria
            Terlihat belasan motor, tidak bahkan puluhan motor seolah merajai setiap jalan yang mereka lewati. Grrongg grooongg grongg gronggg, permainan pola interlocking atau “imbal – imbalan” dari suara knalpot menghantam setiap pendengaran yang dilewatinya. Asap mengapung menyempurnakan efek rumah kaca di sekitarnya. Bendera berlabelkan partai politik dikibaskan dengan penuh ambisi oleh mereka para pengendara penggedor semangat kampanye politik tahun ini.
Gleyer sana gleyer sini begitulah suasana kota Solo pada hari pertama masa kampanye pra pesta demokrasi yang perhelatannya pada 9 April mendatang. Pemandangan yang kerap disuguhkan oleh para “gleyerian” ini mungkin akan sering dijumpai selama masa kampanye. Suara knalpot yang meraung di jalan – jalan protokol menjadi suatu tanda dimulainya persaingan berbagai partai politik terutama agen rahasianya yang biasa kita sebut “tim sukses”. Lebih dari satu Partai dalam sehari melancarkan strategi politiknya untuk meraup pundi – pundi suara. Para tim sukses nampak tidak ingin menyiakan masa menebar benih aspirasi dengan memaksimalkan kegiatan kampanye. Konvoi sepeda motor menghiasi jalanan kota Solo yang begitu terik di siang hari. Atraksi gleyer pastinya tidak ketinggalan dan sepertinya memang menjadi senjata yang efektif dalam menarik perhatian masyarakat.

Kontradiksi
Media suara knalpot yang lazim digunakan suporter PERSIS Solo untuk menyemarakan pertandingan di Stadion Manahan, kini begitu fungsional serta keberadaanannya yang menimbulkan celah kontradiksi. Frekuensi suara knalpot yang dimodifikasi memiliki daya rambat suara yang cukup luas, sehingga dapat menjangkau perhatian masyarakat pada radius tertentu. Menguntungkan bagi para tim sukses dalam usaha mengeluarkan “taring” politik. Atmosfer Pemilihan Umum pun menjadi lebih “semarak”. Beberapa kelompok sepeda motor dengan permainan tarikan gasnya tersebar di berbagai titik belahan Kota Surakarta Hadiningrat. Suasana siang dengan terik yang menyengat kulit, begitu sempurna dengan teriakan knalpot yang terdengar dari sekumpulan motor yang lewat silih berganti. Namun, perlu diingat kembali semakin banyak praktisi gleyer di jalanan yang ikut menyemarakan kampanye, semakin berkurang pula pengguna knalpot standar. Hal ini tentunya tidak sesuai dengan cita – cita para aparat lalu lintas dalam memperjuangkan ketertiban di jalan raya.
Kebisingan yang ditimbulkan gerombolan gleyer di jalanan sudah barang tentu menjadi polusi suara. Emisi gas yang ditimbulkan sedikit banyaknya menimbulkan ekses terhadap kondisi lingkungan. Aparat pemerintah dalam hal ini pihak Kementrian Lingkungan Hidup yang bekerja sama dengan menteri yang membawahi bidang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan (LLAJ), telah membuat aturan mengenai penggunaan knalpot standar, yang muaranya menjadikan kebisingan dan emisi gas buang berlebih sebagai sebuah pelanggaran. Hal tersebut diatur dalam UU No. 22 Tahun 2009 Pasal 48 Ayat 3 tentang ambang batas emisi gas buang dan kebisingan kendaraan bermotor. Sanksi bagi pelanggarnya akan dijerat Pasal 285 Ayat 1 UULAJ. Namun, aturan di atas sepertinya menjadi pengecualian dalam waktu – waktu tertentu, salah satunya masa perebutan aspirasi para Partai Politik seperti sekarang ini.



Ironi pengharapan
Sehari sebelumnya, Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI telah melaksanakan Deklarasi Kampanye Berintegritas dengan tema Suara untuk Indonesia di Lapangan Monas, Sabtu (15/3). Acara yang digelar serentak seluruh Indonesia ini sekaligus menandai dibukanya kampanye rapat umum Pemilu 2014, yang dijadwalkan pada 16 Maret hingga 5 April 2014. Kampanye dengan wacana “integrasi” di dalamnya, seperti menjadi suatu keharusan. Integrasi yang menjadi cita – cita KPU melalui suara rakyat, pesta demokrasi yang diawali dengan mutu sehingga memiliki potensi dan kemampuan, memancarkan kewibawaan serta menjunjung tinggi kejujuran adalah do’a yang harus diraih dengan kerja keras bersama. Masyarakat memang berharap Pemilu tahun ini bisa lebih berkualitas sehingga mencetak kader – kader yang mumpuni dalam memimpin negeri dan sarat akan integritas sebagaimana diwacanakan oleh KPU.
Namun, apakah kampanye dengan bermodal polusi dan ber-“produk” ekses merupakan salah satu bentuk dari kampanye berintegritas? Mungkin para pimpinan dan pemikir di atas dapat menjawab pertanyaan tersebut bahkan bisa saja hanya dianggap sebagai pertanyaan retoris. Kampanye dengan merusak lingkungan, mengganggu ketertiban, menonaktifkan aturan secara sementara begitu terlihat dengan antusias yang tinggi. Inilah cara masyarakat kita dalam berpesta demokrasi. Sing penting gayeng, sing penting rame, konsep yang tidak dilandasi dengan adanya proses dialektika sehingga untuk satu kepentingan kadang tidak terasa telah menerobos nilai – nilai lain yang mestinya tetap harus diindahkan.

Pergeseran pikir
Bising yang dimaknai polusi kini menjadi media penyuara politik pada masa kampanye. Asap knalpot yang membuat suhu lingkungan semakin naik berbanding lurus dengan suasana panasnya persaingan di antara Partai Politik. Bunyi keras yang memecah keramaian bahkan dapat mengganggu pendengaran dipandang cocok untuk dijadikan sebagai sarana menyampaikan aspirasi. Kini suara noise menjadi wacana politik yang tidak bisa lepas adanya oleh para Juru Kampanye (JURKAM). Polusi suara yang mengganggu pendengaran dan ketertiban serta gas emisi knalpot yang merusak lingkungan seakan diberi kesempatan untuk selalu hadir pada masa kampanye. Tidak ada yang menegur, mungkin karena ini momen pesta demokrasi dan menjadikan keberadaan terebut sebagai pengecualian.

Esensi dan pemikiran mutakhir dalam menjawab persoalan negeri mungkin yang menjadi fokus para “pabrik” pencetak pemimpin di negeri ini. Namun tidak dapat dilupakan bahwa dalam berpolitik apapun kita tidak terlepas dari adanya dimensi ruang yang tetap harus dijaga eksistensinya. Hal kecil sepertinya, akan tetapi dari persoalan kecil pembenahan bangsa ini seharusnya dimulai. Seperti problematika rakyat kecil yang tak kunjung terselesaikan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar