Dakwahtainment
tausyiah atau nonton hiburan?
Dakwah di Bulan Suci
Bulan suci ramadhan
bagi umat muslim merupakan momentum dalam meningkatkan ibadah untuk mendapatkan
pahala yang berlipat. Atmosfer ramadhan setiap tahunnya selalu terlihat
berbeda dengan bulan-bulan lain. Salah satu indikator ialah event keagamaan yang konsentrasinya semakin
mengental‚baik kegiatan di lingkungan masyarakat umum maupun program-program
religi yang digelar oleh media khususnya media elektronik. Gebyar ramadhan
dengan jutaan aktifitas berbagi ilmu setiap harinya menjadi kegiatan annual
bagi masyarakat muslim Indonesia. Aktifitas dakwah menjadi suatu yang inherent bagi muslim dan intensitasnya
meningkat drastis di bulan suci. Tak terkecuali pada ramadhan tahun ini, berbagai
kegiatan ceramah dan tausyiah di seluruh pelosok tanah air begitu gencar
dilakukan dalam rangka mengisi waktu ramadhan dengan tolabul ‘ilmi. Media
elektronik seperti televisi tidak ketinggalan dalam menyemarakan bulan suci
umat muslim ini dengan berbagai program religi bertemakan ramadhan. Acara-acara
tausyiah digelar hampir di setiap stasiun televisi swasta ataupun negeri.
Bahkan salah satu format dakwah yang sedang eksis yaitu dakwahtainment yang
diusung oleh beberapa media televisi‚ yakni kolaborasi kegiatan dakwah dengan
diselingi beberapa jenis hiburan seperti perform musik serta selingan humor. Namun
menjadi problematik jika kegiatan dakwah sebagai sarana berbagi dan mendapatkan
ilmu mengalami pergeseran dalam sudut pandang tujuan yang disebabkan persentase
dari materi dakwah dan hiburan yang kurang ideal. Kemasan acara yang
disajikanpun menjadi salahsatu sorotan yang mungkin dapat dijadikan sebagai
bahan evaluasi oleh masyarakat muslim di tanah air.
Kemasan Lazim dan Dakwahtainment
Media televisi menyajikan
berbagai program acara seperti tabligh akbar‚kultum‚ tausyiah dan sejenisnya
yang dikemas dengan memasukan sentuhan kreatif agar acara yang disajiakan
kepada para pemirsa dan penonton lebih menarik. Jika melihat lazimnya
masyarakat‚ aktifitas dakwah yang biasa dilakukan adalah dengan format
sederhana, Da’I membawakan materi ceramah di atas mimbar, duduk berlesehan di
panggung kecil, maupun sambil berdiri di depan para mustami’. Acara yang lazim digelar tentunya
menitik beratkan pada konten ceramah, waktu semaksimal mungkin untuk jalannya
transfer ilmu, walaupun tidak menutup kemungkinan diselingi dengan perform
musik sebagai pelengkap acara, namun sebagian besar musik yang ditampilkanpun
bernuansa islami seperti nasyid, rebana, qasidah, dan sejenisnya. Semua
rangkaian acara tausyiah tersebut dirangkai dengan sajian sederhana bernuansa
islami yang kental dan tenang sehingga efektif karena para mustami fokus dalam
menyerap materi dakwah yang disampaikan. Aktifitas dakwah yang ditayangkan oleh
media televisi sebelumnya mengusung format seperti yang sering digelar oleh
masyarakat, walaupun memang sedikit menyisipkan kreatifitas dalam segi properti
dan sebagainya untuk memperindah sajian acara. Seiring dengan perkembangan
kreatifitas yang semakin di explore, kini hadirlah dakwahtainment. Sebuah
bentuk baru dari dakwah yang dibumbui oleh elemen-elemen hiburan serta disajikan
layaknya sebuah konser musik pada panggung besar dan begitu glamour. Pengisi acara
pun menjadi lebih bervariasi, tidak hanya sang ustad yang menyampaikan materi
keagamaan, bintang tamu pengisi acara pun semakin bervariasi. Tidak hanya
selingan musik yang bergenre nuansa islami, tetapi penyanyi musik pop bahkan girls
dan boys band tidak ketinggalan dalam menyemarakan perhelatan tabligh
akbar tersebut. Ada satu pemandangan yang unik pada program tabligh akbar yang
di siarkan salah satu stasiun televisi, ketika jalannya tabligh akbar muncul fandom
dari pada para performer musik dilengkapi dengan spanduk sebagai label fanatisme
dari salah satu girls band yang hadir di malam itu. Pada akhirnya kesan yang
ditimbulkan malah seperti pagelaran konser musik yang diselingi ceramah.
Tentunya judul acara “Tabligh Akbar” tersebut dipertanyakan kembali jika melihat
kemasan mix and match tausyiah dan hiburan seperti di atas. Jika dilihat
antusiasme penonton juga cenderung lebih mengapresiasi para bintang tamu yang
seharusnya berfungsi sebagai selingan hiburan. Fenomena seperti ini menjadi suatu
yang timpang terutama bila kita telaah dari sudut pandang tujuan serta metode
dakwah islam yang lebih ideal.
Renungan
Dari kasus di atas
barangkali timbul berbagai pertanyaan, salah satunya tujuan apakah yang media
usung dengan membuat model dakwah seperti di atas, jika memang sebagai wadah
untuk menebar ilmu kepada masyarakat, apakah dengan cara menyisipkan hiburan
yang lebih dominan akan menggerakan masyarakat untuk fokus terhadap materi
dakwah. Realitanya yang terjadi adalah munculnya para fans pengisi hiburan. Hal
ini membuat pertanyaan berikutnya, apakah mereka datang untuk mencari ilmu
ataukah sekedar melihat penampilan salah satu pengisi acara yang diidolakan?
Jika ironisnya memang hal tersebut yang terjadi maka acara tabligh akbar kini
telah mengalami pergeseran tujuan yang tadinya sebagai ajang untuk mendapatkan
ilmu, malah menjadi wadah tampilnya para pengisi hiburan sehingga essensi tolabul
‘ilmi menjadi tipis. Dakwahtainment memang merupakan sebuah karya media,
terefleksi dari pengaruh globalisasi yang menstimulan kreativitas tak terbatas serta bertumpu pada aspek komersil.
Hadirnya format dakwah tersebut tentunya diterima dan dikonsumsi masyarakat
muslim Indonesia secara baik, karena memang kegiatan ceramah dan tausyiah yang
ditayangkan di televisi mempermudah kita dalam mendapatkan ilmu
sebanyak-banyaknya. Namun harus direnungkan pula bagaimana gelaran dakwah oleh
media tersebut mampu mendorong masyarakat agar secara positif lebih antusias
pada essensi dakwahnya bukan membuat hiburan yang mendominasi.