KARYA TULIS ILMIAH
UJIAN AKHIR SEMESTER
GANJIL
BAHASA INDONESIA
”SEJARAH
DAN NILAI PADA SENI TEMBANG CIANJURAN”
Dosen Pengampu :
Ana Rosmiati
Oleh
Denis Setiaji
11112115
ETNOMUSIKOLOGI
2011
INSTITUT
SENI INDONESIA SURAKARTA
BAB l
PENDAHULUAN
1.1 PENDAHULUAN
Dewasa ini di dunia, popularitas
dari musik art barat memang tidak
dapat dipungkiri lagi sangatlah berkembang pesat. Musik art barat seakan – akan kiblat utama dari musik khususnya untuk
para generasi muda. Tak terkecuali generasi muda Indonesia , mereka begitu
mengelu-elukan musik genre barat. Hal ini menyebabkan banyak yang mulai melupakan tradisi – tradisi
musik daerah yang merupakan jati diri bangsa. Musik barat telah dianggap lebih
indah dan bermakna sesuatu untuk setiap penikmatnya. Seiring dengan hal diatas
tentunya berbanding terbalik dengan keyataan terhada eksstensi seni tradisi
kita yang lambat laun mulai sedikt dilupakan. Tak terkecuali seni Tembang
Cianjuran yang kita miliki, eksistensnya pun sedah mulai terkikis. Tembang Cianjuran
dianggap musik yang kuno, membosankan,dan kurang modern. Namun sebenarnya
banyak nilai-nilai luhur dalam Tembang Cianjuran yang tentu tidak terdapat
dalam music art barat.
Tembang Cianjuran merupakan cita
rasa sunda yang menjadi ciri bangsa Indonesia dan memiliki estetika
tidak kalah dengan musik art barat. Disamping itu, juga memiliki nilai-nilai
luhur yang mungkin tidak dimiliki oleh music art barat. Nilai-nilai luur inilah
yang harus dipelihara dan lestarikan. Apabila diresapi banyak sekali pelajaran
yang dapat diambil dari penyajian teks tembang.
1.2 PERUMUSAN
MASALAH
1.2.1
Bagaimanakah sejarah Tembang Cianjuran?
1.2.2
Bagaimanakah nilai-nilai yang terkandung dalam rumpaka Tembang Cianjuran?
1.3 TUJUAN
1.3.1 mendeskripsikan sejarah Tembang
Cianjuran.
1.3.2 menemukan nilai-nilai estetik
dalam rumpaka Tembang Cianjuran.
1.4 MANFAAT
Manfaat praktis
Masyarakat dapat lebih memahami
unsur-unsur estetik dari musik maupun rumpaka
Tembang Cianjuran.
Manfaat teoritis
Menambah informasi terhadap kajian Tembang
Cianjuran mengenai estetika Tembang Cianjuran.
1.5 PENEGASAN
JUDUL
Karya tulis ini mengarah kepada
mendeskripsikan Tembang Cianjuran, mengkaji nilai-nilai yang terkandung dalam rumpaka serta mendeskripsikan historis
dari Tembang Cianjuran.
1.6 HIPOTESIS
1.6.1 Tembang Cianjuran merupakan
lokal genius yang telah ada sejak masa lampau.
1.6.2 Rumpaka pada Tembang Cianjuran berisi nilai-nilai yang mengarah
kepada kebajikan.
1.7 SISTEMATIKA
PENYAJIAN
Sistematika penyajian karya tulis
ini sebagai berikut:
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 PENDAHULUAN
1.2 PERUMUSAN
MASALAH
1.3 TUJUAN
1.4 MANFAAT
1.5 PENEGASAN
JUDUL
1.6 HIPOTESIS
1.7 SISTEMATIKA
PENYAJIAN
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA DAN METODE PENELITIAN
2.1 TINJAUAN
PUSTAKA
2.2 LANDASAN
TEORI
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1 PENGUMPULAN
DATA
3.2 ANALISIS
DATA
3.3 PENYAJIAN
HASIL ANALISI DATA
BAB IV
SEJARAH TEMBANG CIANJURAN
BAB V
NILAI-NILAI DALAM RUMPAKA TEMBANG CIANJURAN
BAB VI
PENUTUP
6.1 KESIMPULAN
6.2 SARAN
DAFTAR PUSTAKA
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA DAN
METODE PENELITIAN
2.1 TINJAUAN
PUSTAKA
Tembang Cianjuran dewasa ini sering
dibicarakan oleh pakar-pakar budaya khususnya budayawan sunda. Banyak juga yang
sudah mengkaji serta menjadikan tulisan baik artikel, skripsi, disertasi,
bahkan buku. Seperti yang telah di tulis oleh Kalsum “Nasihat dan Doa dalam Rumpaka Tembang Cianjuran”. Selain itu
tentang Tembang Cianjuran juga diulas dalam buku berjudul “ Gending Sekar”
karya iwan natapradja(2003). Iwan natapradja(2003) mengulas tentang kesenian
kasundaan dari mulai patet, notasi degung,
sistem penotasian dan segala bentuk pakem musik tradisi karawitan sunda serta
kesenian-kesenian lain yang bercabang dari pakem karawitan termasuk didalamnya Tembang
Cianjuran.
2.2 LANDASAN
TEORI
Landasan
teori yang digunakan dalam karya tulis ini diambil dari beberapa pendapat para
penulis yang telah mengkaji historis dan rumpaka
Tembang Cianjuran. Galba(2007) mengemukakan kesenian tradisional masyarakat
Cianjur berikut sejarah seni mamaos berganti
nama menjadi Tembang Cianjuran. Berkaitan dengan itu pula pergantian nama seni mamaos merupakan hasil perundingan
masyarakat pasundan pada masa pemerintahan dalem
pancaniti. Kalsum(2007) mengkaji isi rumpaka
dari Tembang Cianjuran yang berisi nasihat serta doa baik yang kaitannya dengan
manusia (hablum minannas) maupun
dengan tuhan yang maha kuasa (hablum
minallah). Kalsum juga mengemukakan bahwa rumpaka nasihat dan doa terdapat 14,5% dari jumlah lagu; dilihat
dari sejarah sastra maupun sejarah tembang.
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1 PENGUMPULAN
DATA
Data-data perumusan karya tulis ini
dikumpulkan melalui studi pustaka. Informasi diambil dari buku primer dan
makalah serta media informasi internet sebagai referensi tambahan.
3.2 ANALISIS
DATA
Analisis data dilakukan pada bab
pokok bahasan berikutnya.
3.3 PENYAJIAN
HASIL ANALISI DATA
Penyajian hasil analisis data dilakukan secara
deskriptif dari tataran yang terendah sampai yang tertinggi. Pemaparan
hasil analisis data dilakukan dengan dua cara, yaitu menggunakan metode formal
dan metode informal. Bentuk pemaparan dengan metode formal, yaitu menuliskan
hasil analisis dengan cara menuliskan dengan kalimat secara ortografis serta
digunakan lambang-lambang atau kode-kode dalam linguistik. Bentuk pemaparan
dengan menggunakan metode informal, yaitu menuliskan dengan kata-kata dan
kalimat ortografis tanpa menggunakan lambang-lambang atau kode-kode tertentu.
BAB IV
SEJARAH TEMBANG
CIANJURAN
- Sekar
Sekar
merupakan seni suara dari vokal manusia (janaswara).
Sekar
dibagi menjadi dua golongan utama yang menjadi dua tiangnya seni suara sunda.
Seluruh perbendaharaan seni suara termasuk kedalam dua golongan ini. Kedua
golongan besar itu adalah Sekar tandak dan
Sekar Wirahma merdeka.
Sekar tandak merupakan
jenis lagu yang memiliki irama atau ritme yang tetap (tandak artinya tetap) dalam istilah art barat disebut rhythmical song. Sekar tandak dalam istilah popular disebut kawih. Tembang Cianjuran termasuk
kedalam golongan keluarga lagu sekar tandak karena pola lagunya memiliki irama
(Wirahma) atau ketukan yang tetap. Sekar
tandak biasa dibawakan secara anggana
(solo vokal) dan secara rampak sekar (vokal
grup). Contoh penyajian sekar tandak misalnya pada Tembang Cianjuran, gending karesmen, panambih pada pupuh, sindhenan serta jenis kakawihan lainnya.
Sekar
wirahma merdeka adalah golongan lagu yang tidak memiliki ketukan, berirama
bebas tetapi ada aturan panjang-pendek tertentu yang tidak bisa dituliskan
dengan sistem titilaras[1]
atau secara pakem dalam karawitan sunda. Penentuan panjang-pendeknya satu
nada hanya bisa diajarkan secara lisan verbal atau oral dari seorang guru ke
murid. Inilah yang pada dunia seni suara sunda disebut tembang dan di jawa
disebut macapat (Natapradja:2003).
Pada kenyataannya walaupun disebut Tembang
Cianjuran namun bukan termasuk kedalam jenis sekar wirahma merdeka . Tembang Cianjuran merupakan golongan sekar tandak atau biasa disebut kawih. Penamaan “tembang” hanyalah
lazimnya orang sunda menyebut jenis kawih
ini. Jadi, jangan terjebak dengan penamaan “tembang” pada Tembang Cianjuran.
- istoris Tembang
Cianjuran
Kesenian Tembang Cianjuran telah ada
sejak zaman kolonialisme yang datang ke nusantara. Di tempat kelahirannya
Cianjur,sebenarnya nama kesenian ini adalah mamaos. Dinamakan tembang Sunda Cianjuran sejak tahun
1930-an dan dikukuhkan tahun 1962 ketika diadakan Musyawarah Tembang Sunda
sa-Pasundan di Bandung. Seni mamaos
merupakan seni vokal Sunda dengan alat musik kacapi indung, kacapi rincik,
suling, dan atau rebab. Mamaos
terbentuk pada masa pemerintahan bupati Cianjur RAA. Kusumaningrat (1834-1864).
Bupati Kusumaningrat dalam membuat lagu sering bertempat di sebuah bangunan
bernama Pancaniti. Oleh karena itulah dia terkenal dengan nama Kangjeng
Pancaniti. Pada mulanya mamaos
dinyanyikan oleh kaum pria. Baru pada perempat pertama abad ke-20 mamaos bisa dipelajari oleh kaum wanita.
Hal ituTerbukti dengan munculnya para juru mamaos
wanita, seperti Rd. Siti Sarah, Rd. Anah Ruhanah, Ibu Imong, Ibu O’oh, Ibu
Resna, dan Nyi Mas Saodah (kurnia:2003)
Bahan
mamaos berasal dari berbagai seni
suara Sunda, seperti pantun, beluk
(mamaca), degung, serta tembang macapat
Jawa, yaitu pupuh. Lagu-lagu mamaos
yang diambil dari vokal seni pantun dinamakan lagu pantun atau papantunan, atau
disebut pula lagu Pajajaran, diambil dari nama keraton Sunda pada masa lampau.
Sedangkan lagu-lagu yang berasal dari bahan pupuh disebut tembang. Keduanya
menunjukan kepada peraturan rumpaka
(teks). Sedangkan teknik vokal keduanya menggunakan bahan-bahan olahan vokal
Sunda. Namun demikian pada akhirnya kedua teknik pembuatan rumpaka ini ada yang digabungkan. Lagu-lagu papantunan pun banyak yang dibuat dengan aturan pupuh.
Pada
masa awal penciptaannya, Cianjuran merupakan revitalisasi dari seni Pantun.
Kacapi dan teknik memainkannya masih jelas dari seni Pantun. Begitu pula
lagu-lagunya hampir semuanya dari sajian seni Pantun. Rumpaka lagunya pun mengambil dari cerita Pantun Mundinglaya
Dikusumah.
.
Pada
masa pemerintahan bupati RAA. Prawiradiredja II (1864-1910) kesenian mamaos mulai menyebar ke daerah lain.
Rd. Etje Madjid Natawiredja (1853-1928) adalah di antara tokoh mamaos yang berperan dalam penyebaran
ini. Dia sering diundang untuk mengajarkan mamaos
ke kabupaten-kabupaten di Priangan, di antaranya oleh bupati Bandung RAA.
Martanagara (1893—1918) dan RAA. Wiranatakoesoemah (1920-1921 & 1935-1942).
Ketika mamaos menyebar ke daerah lain
dan lagu-lagu yang menggunakan pola pupuh telah banyak, maka masyarakat di luar
Cianjur (dan beberapa perkumpulan di Cianjur) menyebut mamaos dengan nama tembang Sunda atau Cianjuran, karena kesenian
ini khas dan berasal dari Cianjur. Demikian pula ketika radio NIROM Bandung tahun 1930-an
menyiarkan kesenian ini menyebutnya dengan Tembang Cianjuran (kurnia:2003).
Pemain
kesenian yang disebut sebagai Tembang Cianjuran terdiri atas: seorang pemain
kacapi indung yang tugasnya adalah memberi pasieup,
narangtang, pangkat lagu, dan memngiri lagu baik mamaos mamupun panambih; satu atau dua orang pemain kacapi rincik
yang bertugas membuat hiasan pada iringan kacapi indung ketika penembang
membawakan panambih; sementara yang satunya lagi bertugas sebagai anggeran wilatan (memberi
batasan-batasan ketukan); seorang pemain suling yang bertugas membuat
hiasan-hiasan lagu di sela-sela kekosongan sekaran (vokal) dan memberi lelemah sore (dasar nada); dan penembang
yang membawakan berbagai jenis lagu mamaos
cianjuran. Sebagai catatan, lagu panambih hanya dilantunkan oleh penembang
wanita. Adapun busana yang dikenakan oleh pemain laki-laki adalah baju taqwa,
sinjang (dodot), dengan benggol sebagai aksesorisnya. Sedangkan, pakaian yang
dikenakan oleh para pemain wanitanya adalah: kebaya, sinjang, dan selendang
(Galba:2007).
Fungsi
kesenian yang disebut sebagai Tembang Cianjuran adalah sebagai hiburan.
Sedangkan, nilai yang terkandung di dalamnya tidak hanya sekedar estetika
semata, tetapi juga kerjasama dan kreativitas. Nilai kerjasama tercermin dalam
suatu pementasan. Dalam hal ini jika penembang laki-laki beristirahat, maka
penembang perempuan tampil mengisinya. Dengan demikian, suasana tidak vakum
tetapi berkesinambungan. Nilai kreativitas tidak hanya tercermin dari
keterampilan para pemainnya dalam sisindiran, tetapi juga dalam pengadopsian
jenis-jenis kesenian lain (degung)
tanpa menghilangkan rohnya (jatidiri kesenian mamaos cianjuran).
Namun
dewasa ini kehebatan dan keindahan dari seni Tembang Cianjuran sudah mulai
melemah tergerus arus globalisasi. Hal itu tercermin dari kurangnya nara sumber, tingkat
apresiasi masyarakat yang semakin kurang dan enggannya generasi muda untuk
mempelajarinya karena dianggap sebagai kuno atau kampungan. Mereka lebih
menyukai jenis-jenis kesenian kontemporer.
BAB
V
NILAI-NILAI
DALAM RUMPAKA TEMBANG CIANJURAN
- Nasihat dan Doa
Rumpaka dalam
istilah Indonesia
merupakan teks dari lagu, atau syair-syair dalam lagu. Dalam rumpaka Tembang Cianjuran berisi
nilai-nilai seperti nasihat dan doa. Nasihat dan doa ini dilihat
dari sudut komunikasi memiliki kemiripan yakniadanya tujuan pengungkapan yang
disampaikan pada pendengar. Nasihat adalah harapansupaya isi pesan rumpaka sampai
kepada pencengar dan doa, harapan yang dipohonkan kepada Tuhan.
Rumpaka digubah oleh seorang penggubah,
selanjutnya ditembangkan oleh sejumlah penembang/ juru mamaos/juru tembang. Dalam
hal ini juru tembang setuju dengan isi rumpaka
kemudian ingin menyampaikannya kembali kepada pendengar, termasuk pula rumpaka
yang berisi doa. Penembang pada umumnya memilih pula isi kandungan
dari rumpaka. Apabila nasihat dilihat dari segi saling menasihati
antar-manusia dan permohonan doa disampaikan kepada Tuhan, keduanya berada
dalam wilayah religius. Nasihat merupakan
Hablum Minanas dan Doa merupakan Hablum Minallah.
Amanat yang disampaikan melalui
lantunan tembang terasa lebih
hidmat baik dirasakan oleh penembang maupun didengar oleh
penikmat.
Dilihat dari segi historis, unsur
nasihat dan doa yang berada dalam wilayah religius ini
memiliki kedudukan penting pada Rumpaka
Tembang Cianjuran. Perintis awal Tembang
Cianjuran adalah
Dalem
Pancaniti, seorang taat beragama, bahkan ada yang menganggap ”Alima al-alamah
(ulama pandai), mencapai Waliyullah ((Su’eb, 1997: 36). Pernyataan
tersebut sejalan
dengan keterangan yang disampaikan
oleh Dadan Sukandar bahwa sebelum tahun
enampuluhan Tembang Cianjuran
mengusung tentang hal keteladanan. Bukti-bukti itu tersirat
pula pada sebuah pada pupuh Sinom
Liwung yang diterima oleh R. Bakang Abubakar dari
gurunya pada tahun 1949 sebagai
berikut:
Sinom pamekaring rasa
Rasa Suci kang diwincik
racikan ungkara basa
basa pamekaring budi
budi daya nastiti
nutur galuring luluhur
babaran kaelingan
digending dirakit dangding
komaraning daya sastra Kasundaan
(Ischak, 1988: 63)
Sinom pemekar rasa
yang dibahas, Rasa Suci
jalinan bahasa
bahasa pemekar budi
budi yang tangguh karena
kehati-hatian
mengikuti jejak leluhur
tentang keimanan
dijadikan tembang digubah dangding
kewibawaan dari kekuatan sasat r
Kasundaan
Diperkirakan rumpaka ini
telah ada jauh sebelum tahun 1949. Dalam pupuh ini ada tanda
yang kuat yakni Rasa Suci, Rasa
Suci mengacu kepada Inti Kedirian manusia yang
dianugrahkan Tuhan yakni Nurullah
atau disebut juga Badan Rohani (Lihat dalam Wawacan
Jaka Ula Jaka Uli). Kata kedua yakni babaran
kaelingan ’pembahasan tentang keimanan’.
Pengertian eling ’iman’ dalam
naskah-naskah ajaran Teosofi Tasawuf adalah Manunggaling
kaula-Gusti. Menghadirkan Allah di dalam Badan
Rohani’ Pupuh ini berceritera tentang
ajaran keimanan yang menuntun
manusia ke arah kebahagiaan lahir dan batin. Namun
apabila dihubungkan dengan judul
lagu yakni Liwung, tidak sesuai. Dengan demikian
diperkirakan ada lagu pemakai rumpaka
ini sesuai isi. Dilihat dari rumpaka di atas, jelaslah
kekuatan dari kesusastraan Sunda
pada suatu masa, dilihat dari segi bobot isinya (kalsum:2007)
rumpaka-rumpaka lain Tembang Cianjuran
yang diambil dari rumpaka pupuh yang
berisi nasihat serta mengarah pada kebajikan antara lain :
Pucung Degung
Lamun urang boga maksud kudu junun
kahayang jeung prakna
mun sakadar dina hate
eta mubah moal rek aya
buktinya. (Sobirin, 1987: 46)
Apabila bercita-cita sesuatu harus
tabah
berkeinginan dengan bekerja
apabila sekadar niat di hati
sia-sia tak akan ada hasilnya
Naratas jalan
Geura bral geura mariang
geura prak naratas jalan
teangan kasugemaan
enggoning keur kumelendang
kumelendang masing yakin
dibarengan kaimanan
yakin kana pamadegan
tangtungan wanda sorangan
tapi poma 2x lain laku kaangkuhan.
Kaangkuhan anu mawa
kana jalan kaambrukan
hirup teh lain sorangan
loba pisan nu marengan
keur urang silih tulungan
lain eukeur pacengkadan
nu taya hartina pisan
nimbulkeun pondok harepan
ilang akal keur ngudag-udagan urang
(Sobirin, 1987: 85)
Silakan berangkatlah
buka jalan
cari kepuasan
selama berkelana
dalam berkelana disertai keyakinan
disertai keimanan
yakin pada pendirian
keyakinan hati nurani
namun janganlah disertai keangkuhan
Keangkuhan membawa
ke jalan kebinasaan
(sadari) hidup tidak sendiri
banyak sekali sesama manusia
untuk saling tolong-menolong
bukan untuk berselisih
yang tak bermanfaat
yang menimbulkan pendek pikiran
kehilangan akal yang akan menyertai
kita
Naratas Jalan Surupan Pelog, pupuh Sinom. Kedua bait merupakan kesatuan
yang
mendukung pada judul Naratas
Jalan ’Membuka Jalan’. Apabila dikaitkan dengan
penggunaan pupuh, ”membuka
jalan” pada konteks ini, memiliki makna membuat pijakan
hidup dalam mencari kebahagiaan
untuk diteladani oleh orang-orang kemudian. Teks
Naratas Jalan dipandang dari sudut arti sebagai
satu rangkaian informasi, tentang menjalani
kehidupan.Rumpaka ini
mengemukakan bahwa hidup dengan sesama untuk saling tolong-menolongbukan untuk
berselisih. Teks hipogram dalam pupuh Pucung seperti berikut: Utamana
jalmakudu rea batur, keur silih tulungan, silih asih silih bere, budi akal
lantaran ti pada jalma.
’Yang paling utama orang harus
memiliki kawan banyak, untuk saling menolong, saling
memberi, budi dan akal melalui sesama manusia.’(Kalsum:2007).
Rumpaka-rumpaka diatas merupakan
sebagian kecil contoh dari Tembang Cianjuran yang selalu memiliki intisari
kebajiakan, nasihat, doa, dan mengajak manusia untuk mencapai kemuliaan. Selain
diatas ada pula cirebonan ‘bermakna
manusia harus sigap dalam melakukan kebaikan’, ceurik abdi’menceritakan bahwa di dunia semua hal selalu
berpasangan’, sinom bungur’mengingatkan
pada manusia dalam berkehidupan tidak bisa sewenang-wenang serta egois’, pangrawit’ dalam berkehidupan manusia
harus tahu mana yang benar dan yang salah serta selalu menjaga diri’ dan masih
banyak rumpaka pupuh lainnya.
Sudah dapat
dipastikan bahwa Tembang Cianjuran sangat mengarah dan mengajarkan manusia
sebagai mahkluk yang bermoral. Membimbing kepada kebaikan, saling mendoakan
antar sesama, menjaga kelestarian alam, dan permohonan kepada sang pencipta.
Hal ini tentunya jarang sekali ditemukan pada teks lagu populer zaman sekarang.
Teks dalam gubahan lagu populer kebanyakan menceritakan mengenai realita
percintaan anak remaja, putus cinta, perselingkuhan, pengorbanan cinta,
pacaran, dan segala sesuatu yang sangat dekat dengan kehidupan remaja zaman
sekarang.
BAB VI
PENUTUP
6.1. KESIMPULAN
Tembang
Cianjuran telah ada sejak masa pemerintahan pada zaman penjajahan. Kesenian ini
adalah karya orsinil dari masyarakat Indonesia khususnya orang sunda. Tembang
Cianjuran merupakan karya seni yang berkaitan erat dengan pakem karawitan
sunda. Rumpaka atau teks lagu pada Tembang
Cianjuran berisi nasihat, do’a, dan segala sesuatu yang mengajak manusia dalam
hidup di dunia selalu berada di jalan yang lurus yaitu jalan yang di ridhai
Tuhan sang pencipta. Namun dewasa ini Tembang Cianjuran yang dulu sangat
fenomenal dikalangan bangsawan sudah mulai tergerus oleh arus globalisasi dan generasi
muda yang semakin kurang berminat serta peduli untuk melestarikan salah satu
kekayaan bangsa Indonesia ini.
6.2. SARAN
Penulisan
karya tulis ini tentunya masih banyak kekurangan, untuk itu kritik dan saran
yang diberikan akan sangat berharga bagi penulis untuk menyempurnakan kajian
penulisan karya tulis ini di kemudian hari.
DAFTAR PUSTAKA
Galba, Sindu. 2007. Kesenian Tradisional Masyarakat Cianjur.
Kalsum. 2007. Nasihat dan Doa pada Tembang Cianjuran.
Natapradja,Iwan.
2003. Sekar Gending. Bandung:Karya
Cipta Lestari.
Sobirin, 1987. Lagu-Lagu Mamaos Tembang Sunda Laras Pelog
dan Sorog : Stensilan.
Su’eb, Ace
Hasan. 1997. Wawasan Tembang Sunda.
Bandung : Geger Sunten.
bang, kalo boleh tau , referensinya beli dimana ya? saya butuh semua buku yang jadi referensi artikel ini.
BalasHapus